“Karena Kemanusiaan Tak Butuh Gelar atau Pujian”
SelidikPost.com, – Tanggal 26 Desember 2004 menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia. Pada hari itulah negeri ini dikejutkan oleh bencana terdahsyat yang memporak-porandakan sebuah provinsi di ujung Pulau Sumatera—Aceh, yang juga dikenal sebagai Serambi Mekkah. Dalam sekejap, seluruh mata dunia tertuju ke wilayah itu, menyaksikan betapa dahsyatnya guncangan bumi dan bagaimana kepanikan warga menyelimuti setiap sudut kota.
Belum usai keterkejutan akibat gempa, tiba-tiba masyarakat melihat air laut bergerak perlahan menuju daratan. Awalnya tampak seperti fenomena biasa, namun hanya dalam hitungan menit air itu menjelma menjadi gelombang raksasa—tsunami yang maha dahsyat—menyapu apa saja yang dilaluinya. Tangis, teriakan, dan kepedihan membentang di mana-mana, tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
Di berbagai penjuru Indonesia, masyarakat bergerak serentak. Tidak ada perbedaan suku, agama, atau latar belakang. Semua bahu-membahu mengulurkan tangan untuk saudara-saudara di Aceh.

Demikian pula yang dilakukan oleh anak-anak HIPMALA (Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Lampung Yogyakarta). Melalui divisi seni dan budaya, mereka menggalang dana dengan mengamen dan melakukan pertunjukan drama teaterikal. Tak disangka, hasil penggalangan dana itu cukup besar. Keputusan pun diambil: donasi itu harus diserahkan langsung ke Aceh.
Hampir 30 orang mendaftarkan diri untuk berangkat sebagai relawan. Tetapi entah bagaimana, satu per satu batal, hingga akhirnya tak seorang pun dari daftar itu benar-benar siap berangkat.
Dalam sebuah rapat kecil yang dipenuhi kebingungan dan rasa tanggung jawab, anak-anak HIPMALA meminta petunjuk. Mereka ingin HIPMALA hadir langsung di Aceh—apa pun risiko dan rintangannya.
Melihat semangat mereka, saya akhirnya memutuskan:
“Saya siap berangkat.”
Alhamdulillah, dua rekan—Febi Arisma dan Firmansyah—menyatakan siap menemani perjalanan. Tidak hanya itu, seorang pemuda asal Medan bernama Zidan juga bergabung dalam rombongan kecil kami.
Kami tak tahu apa yang menanti.
Kami hanya tahu bahwa saudara-saudara kami di Aceh sedang membutuhkan uluran tangan.






